TentangSemua Cerita Sabtu, 03 Juli 2021. si Genius . SI GENIUS “ syarat paling penting bagi orang yang ingin menjadiseperti saya adalah mawas diri dalam hal apa yang dipikirkannya serta bagaimana dia berfikir, Albert sewaktu kecil lebih memilih hidup dalam kesenderian belajar sendiri di rumah atau di Laboratorium miliknya. Hobi Albert Sayabangga menjadi warga sidoarjo, karena beberapa bulan yang lalu tim dinas lingkungan hidup mengadakan sebuah gerakan yang bernama “sidoarjo bersih hijau”. Dengan mengamati teks cerita tentang rumah yang bersih menyehatkan melalui power point siswa dapat menemukan kosakata yang berkaitan dengan lingkungan sehat dengan benar. Source Waswas donk kaya cerita saya yang diatas tau-tau no WA ada yang hubungin. Kebetulan Bang Doel hari sabtu 22 mei 2022 ikut kegiatan tentang keamanan ruang digital. Pembicaranya ada Andri Hutama selaku Presiden Direktur of ITSEC Asia dan Ani Berta dari ISB (Indonesia Social Blogger). Liburankali ini sangat berkesan . Sebelum saya cerita pengalaman liburan, saya ingin menceritakan sedikit . Ajak anak untuk menulis pengalaman selama belajar dari rumah atau cerita unik lainnya selama liburan di rumah. Memberikan contoh kepada siswa tentang cerita pengalaman liburan yang mengesankan, selanjutnya teknik tes secara lisan. . Ada pepatah mengatakan, rumahmu adalah istanamu’ istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan betapa megah’ rumah yang kita huni, megah yang dimaksud bukan perkara berapa luas bangunan atau tanah yang kita punya. Melainkan cerita tentangnya. Rumah, sebuah kata sederhana yang menyimpan cerita – jauh lebih megah dari luas rumah kita sendiri. Pertama-tama saya ingin memperkenalkan rumah yang saya huni sekarang. Saat ini saya masih tinggal di rumah orang tua, dulunya rumah ini sering dilewati oleh kedua orang tua saya semasa mereka memadu kasih. Rumah ini menjadi saksi bagaimana kisah dua insan manusia yang melanjutkan cerita cinta dalam satu bahtera rumah tangga. Rumah ini menyimpan banyak kenangan bahkan sebelum saya hadir di dunia, mungkin wujud saya hadir dalam kata-kata yang menjadi doa yang kemudian digemakan kepada sang Pencipta. Saya percaya meskipun angin membawaku pergi’ mengutip lirik Jalan Dalam Diam’ entah kemana, rumah adalah sesuatu yang membawa kita untuk kembali. Dialog Dini Hari DDH lewat album ke 4 mereka berjudul Tentang Rumahku, mengingatkanku akan kenangan-kenangan indah yang pernah tercipta. Repertoar pun tersusun dengan rapi, track 1 dari album ini berjudul 360 mampu mengawali kita untuk lebih mendalami isi rumah dari DDH,’’Tertawalah tertawalah kawan / basuh basahi diri / luka biar terluka kawan / karam kering sendiri / bahagia gembiralah / jadikan kenangan / canda alam bersahaja,’’. Dalam album ini, DDH mengajak sejumlah nama seperti Kartika Jahja, Raol Wijffles, Ricky Surya dari White Shoes And The Couples Company, Aray dari Ray D’Sky, Guna Warma dari Nosstress, Yuvensisus Donny, serta Ocha & Vivi yang menyempurnakan 11 track di dalamnya. Rumah adalah tempat yang menemani kita hingga maut menjemput. Semuanya melebur menjadi satu untuk merawat kita dalam cinta. Berapapun luas rumah kita saat ini, tidak sebanding dengan cerita cinta keluarga yang terekam di dalamnya. Lewat album Tentang Rumahku, DDH tidak luput menyampaikan pesan kepada pendengarnya untuk mensyukuri alam dan budaya yang tidak dapat dipisahkan, beberapa liriknya seringkali membawa kita pada fakta kehidupan. Sesingkat apapun perjalanan, DDH dengan indah menyusun lagu penutup pada rumahnya’ dengan lagu The Road yang penuh semangat. Sampai-sampai menginspirasi empat anak muda untuk melakukan perjalanan Bali, Lombok, Sumbawa dan Flores. Trio folk yang beranggotakan Dadang Pranoto, Brozio Orah dan Deny Surya berhasil membius pendengarnya untuk melakukan petualangan. Sedangkan saya terbius untuk menempelkan sepenggal lirik Tentang Rumahku di balkon rumah. Apapun yang menyenangkan atau menggairahkan dan karenanya bernilai estetik, dapat disebut indah. DDH pandai meramu tentang bagaimana memelihara rumahnya, rumah saya dan rumah kita semua. Karena rumah bukan semata-mata tempat berteduh, tapi sebuah tempat berproses untuk menemani perjalanan hidup seseorang dalam mencari makna hidup sesungguhnya. Seperti sudah terpatri, setiap manusia pasti memiliki insting yang memanggilnya untuk pulang. Karena rumah yang dibayangkan oleh DDH bukanlah artefak – seperti halnya benda mati tetapi rumah yang terus hidup. Tidak ada yang lebih indah, sebuah tempat persinggahan bernama rumah. Rumah yang selalu membuka dialog hingga dini hari menjelang. Tentang rumahku / tak akan goyah walau badai/mengamuk / seperti pohon jati akarnya / tertancap di poros bumi. Saya punya beragam cerita tentang memiliki rumah. Sebenarnya pas masih single saya sudah memulai menyicil beli rumah dengan KPR bank Jatim, tapi itu atas nama ibu saya yang memanfaatkan uang Taperum beliau sebesar 2,5jt untuk jadi UM Perumahan Vila Gunung Buring di Malang. Bapak saya waktu itu, sekitar tahun 1996, sebenarnya menolak ide ibu saya untuk ambil KPR rumah, mengingat ibu saya sudah mau pensiun dan tabungan tanah bapak ibu sudah banyak di beberapa lokasi di Malang. Tapi saya ngotot maksa karena saya ingin punya rumah sendiri dan berjanji kalau saya yang akan membayar cicilannya mengingat saya punya gaji dari beberapa sumber. Walhasil diproseslah KPR Bank Jatim san saya hanya bertahan mencicil selama tahun saja coz saya lalu diterima di Kemenkeu, saya serahkan kembali rumah itu ke ibu saya untuk dilanjutkan KPR nya karena saya mau mulai hidup di Jakarta dari nol lagi, hanya berbekal semua tabungan saya selama kerja di Malang. Ikhlas saya bilang saya nggak usah digantiin coz memang itu rumah ibu saya juga; cuma minta didoain ibu supaya nanti bisa beli rumah sendiri lagi di Jakarta. So, saya akan lanjut cerita tentang rumah-rumah yang saya punyai semenjak kerja di Jkt beserta kisah susah-senang untuk dapatkan mereka. RUMAH PERTAMA Yang paling lucu adalah saya dapat info rumah di Vila Pamulang karena ditunjukin brosur sama sese cowok yang naksir saya kala itu, maksudnya dia pamer kalau sebentar lagi dia mau akad KPR. Lha saya dimodusin macam2 cara sama dia ngga pernah mempan ya, malah iseng saya tunjukkan brosur itu ke si Mas yang waktu itu masih jadi calon suami baru jadian belum dua bulan hihihii, dan nggak banyak yang tahu kalo saya sudah jadian coz kami beda kantor. Eladalah kok si Mas malah minat juga, trus ngajak lihat ke lokasi. Saat itu hanya bisa lihat tanah so luas nan becek bekas bukit yang dipapras rata. Entah karena bawaan masih baru jadian atau gimana, rasanya Pamulang itu nggak jauh dari Bintaro Jaya aja. Cuman dua kali naik angkot kok tau2 sudah sampai. Singkat kata kita sepakat beli itu rumah si Mas dengan UM kita kongsi berdua. Si Mas kuras tabungan dan jual semua simpanan emas dia, saya utang dulu sementara 1,1 jt ke teman sekamar si mba Yayuk, karena honor terjemahan saya kepending baru cair bulan depan dan cuma punya 300rb aja on hand. Mbak Yayuk marah2 waktu ditembung utang “Baru jadian udah mau utang2 beli rumah, kalo kalian putus trus gimana?” Saya santai aja bilang ya udah tinggal minta balikin duit saya lagi hihii, bandel juga yah. Meski marah2 gitu akhirnya diutangin juga 😀 makasih mbak, baiknya dirimuh mmuah. Jadilah rumah seharga 28 millions kalo beli cash kami dapatkan di tahun 1999, dengan cicilan kurleb 310rb sebulan selama 15 tahun gaji plus tkpkn waktu itu masih 400rb-an,kita janjian selang seling bulan gantian saya atau dia yang urusin cicilannya. Ini yang kadang jadi biang tukar padu ni bahasa Jawa ya kami kalo si Mas lupa apa pura2 lupa ya hahahaa pas jatuh giliran dia bayar cicilan. Oya saya menikah 7 bulan kemudian setelah akad rumah, jadi akad rumah dulu baru akad nikah kemudian 😀 D. Teman2 kantor yang tidak dekat dengan saya hanya melihat saya sebagai cewe matre yang mau married karena dibeliin rumah dulu sama si Mas sebenarnya ada factor X yang membuat kami baru bisa menikah setelah sembilan bulan kita kenalan, long story deh kalo diceritain. Orang2 pada nggak tahu perjuangan saya ngumpulin 1,3 juta masa itu buat bantu si Mas senilai 3x penghasilan bulanan masa itu untuk UM sangat tidak mudah. Belom lagi bergantian bayar cicilan itu nyiksa banget, karena biaya hidup di Jkt kan nggak murah. Untung saja waktu itu saya tinggal di rumah mess pegawai wanita di kompleks kampus, jadi ngga perlu biaya transport, so praktis sy cukup menyisakan uang utk biaya makan sebulan, no jajan nor shopping kecuali pas dapat project terjemahan dari kawan. Tahun 2000 bulan Juli kami menikah dalam keadaan pas2an, persis Pertamina di mulai dari nol coz semua tabungan habis buat rumah dan persiapan nikah. Yang bikin terharu itu suatu ketika, saya lupa bulan apa beberapa saat sebelum hari H menikah, si Mas ngembaliin uang bantuan UM saya, karena katanya dia sudah punya uang lagi. Lalu kata saya ya udah yuk kita beliin seserahan buat akad nikah saja yang itupun dia harus nombok lagi coz belanja saya banyak hihihii. Rumah pertama saya baru ditempati setahun kemudian setelah Faishal anak pertama kami lahir. Ketika baru menikah kami masih numpang mertua di Pondok Bambu sekitar dua bulan, lalu pindah kontrakan di Puri Endah dekat kantor Bintaro. Ngontrak di sana nggak lama sambil menyiapkan rumah Pamulang direnovasi agar lebih layak huni. Saat saya hamil 8 bulan, kami balik ke rumah Oma sd saya lahiran. Saya baru mau pindah ke Pamulang jika rumah sudah dipagar, dapur ready dan kamar nambah satu lagi buat ART nanti. Terkuras lagi tabungan kita. Oya namanya baru punya rumah, semua uang masuk selalu dihabiskan untuk mempercantik and mengisi rumah. Yang paling penting pagar rumah, toren air, pasang telpon sudah fixed. Ketika menempati rumah itu tahun 2001 seorang diri dengan bayi merah, baru merasakan kalau Pamulang itu bener2 jauh dari mana2. Itulah kali pertama kami ambil kredit motor Honda Legenda buat ngirit ongkos PP ke kantor. Capek juga punya rumah jauh, tapi Pamulang suasananya asik, asri, cocok buat istirahat. Tetangga kami baik2 semua, rata2 pasangan baru nikah seperti kami. Kami menempati rumah itu nggak sampai dua tahun coz saya melahirkan Shofi tahun 2003 dan merasa perlu tinggal dekat tempat kerja Bintaro agar bisa mengajar kembali buat nutup kebutuhan hidup yang ternyata suangat buanyak pas sudah nikah ya gaes. Tinggal dekat kantor enak buat bolak-balik ke rumah jika ada hal yang mendesak, coz saya suka cemas ninggal babies lama2. Kami kontrak di Pondok Safari Indah di Jurangmangu selama setahun saja, coz harus pindah ke Balikpapan mengikuti mutasi misua ke sana. Di Balikpapan tak lupa kita selalu ke BTN bayar cicilan rumah Pamulang setiap bulan sebelum tanggal 10. Ini juga paksu mesti sering saya ingetin untuk ke BTN, eh jadinya juga saya melulu yang bayar KPRnya, beliau cuma nganterin aja ke bank 😀 😀 . Untung cicilan sudah terasa ringan, nggak seperti awal baru beli rumah. Baru tahun 2004 itu lah kita kenal fasilitas auto debet Mandiri kita untuk bayar cicilan rekening paksu pastinya 😀 , legaa lepas dari rutinitas ngantri di bank. RUMAH KEDUA Rumah kedua dibeli ketika saya masih mengontrak di Puri Bintaro Hijau. Kami kembali dinas di Jkt sebagai fungsional widyaiswara setelah tahun tugas di Kaltim. Tidak mau kembali ke Pamulang karena kejauhan buat saya. Biarlah rumah itu tetap saya kontrakin murmer ke kenalan kami. Suatu ketika suami mengajak saya ke daerah Cipadu untuk melihat2 perumahan baru. Saya langsung suka rumah2 tipe minimalis di sana, cantik sekali. Dan harganya maak muahal ya… Tapi kata paksu nggak usah kuatir coz beliau sudah cukup tabungannya buat UM rumah. Duh, saya sampek terkejut karena ngga nyangka paksu tabungannya sudah lumayan, sedangkan saya blas ngga bisa nabung saking konsumptifnya etapi konsumtif buat keluarga sendiri gapapa keles… 😀 . Kami wawancara kredit di BRI Kramat, kelar dengan sukses. Dan kali ini gaji kami berdua sama2 kena potongan buat cicilan rumah alias cicilan joint income. Okelah gapapa yang penting bisa lekas pindah dari PBH yang Alhamdulillah ngasih kenangan buruk yaitu kebanjiran sampai dua kali. Kami menempati rumah NAC Cipadu ini tahun 2006 beberapa bulan setelah anak ketiga, mas Daffa, lahir. Tahun 2016 lalu rumah ini sudah lunas, Alhamdulillah balik lagi merasakan gaji dan tkpkn yang utuh tanpa potongan KPR, setiap hari berasa seperti horang kayah beneran hihihii…. Saya cinta tinggal di NAC ini karena lingkungannya yang aman dan asri, dan tetangga yang ngga rese. Sudah gitu dekat dengan kampus dan gampang juga dijangkau tranportasi umum, baik angkot, KRL, TJ apalagi Gojek dan Grab heheee. Rumah ini juga sudah kami renovasi untuk memindah dapur dan membuat kamar buat si sulung di atas, yang masa itu saja sudah habis 100an juta. Jadinya kamar mandi kami nambah dua lagi, jadi total ada 3 KM buat kami berenam yang suka ribut kalo pagi2 bersiap ke school dan kantor such a classic morning drama before school 😀 😀 RUMAH KETIGA Ngga ada angin ngga ada hujan tiba2 ibu mertua kakak ipar saya datang ke rumah, ceritanya nembung ke kami supaya rumah yang mereka huni daerah Pd Bambu Jaktim dibeli oleh kami. Pokoknya mereka sedang dalam emergency BU yang tidak bisa ditunda2. Saya dan misua sih heran aja jika kita dianggap mampu beli rumah mereka di Betung I yang harga pasarannya sudah jauh di atas 1M waktu itu. Saya sebenarnya keberatan sama paksu nih karena kita lagi berancang2 mau beli rumah yg lebih besar lagi di zona 4 NAC yang sayangnya ketika nego harga kami tidak sepakat dengan pengembang. Saya juga masih nabung untuk beli rumah di Malang, yang dekat dengan rumah ortu. Kata bu Alvin Notaris PPATK tetangga, kami disarankan untuk tidak beli rumah Betung I itu coz urusannya masih panjang. Tapi misua ingin menolong mereka jadilah kita buat beberapa kesepakatan misalnya harga kekeluargaan, tukar guling sama rumah DH2/27 itu, dan pembayaran yang bertahap 3x mengingat rumah itu belum bersertifikat. Jadilah kami bantuin kakak ipar kami. Sekarang masih menunggu janji mereka untuk selesaikan urusan sertifikat mengingat kami sudah bayar dua tahap. Pelunasan tahap tiga masih kami tahan karena melihat perkembangan urusan sama BPN kok masih woles aja, padahal ini sudah menginjak tahun kedua. Saya sih nggak terlalu suka daerah Pondok Bambu, lagi rumah itu sekitar 30m masuk gang, meski mobil sih sangat bisa masuk. Kakak ipar dan mertuanya juga masih kami biarkan menempati rumah itu biar rumah tetap terawat. Saya sih sudah ikhlasin uang tabungan saya masuk ke rumah itu, saya berharap suatu saat keponakan saya saja yang menggantikannya jika mereka masih ingin bertahan di situ. Rencana beli rumah di Malang gagal coz saat ada rumah di Jln. Kalimosodo VI Malang dijual murah, kami benar2 nggak ada uang sama sekali. Yah belum rejeki saya ngeman2 banget katanya kok pas banget kamu ngga ada uang saat ada yang jual cepat…ya naseeb bu, kalo ngga jodoh ya mau gimana lagi? RUMAH KEEMPAT Nah, ini rumah dengan kisah paling seru. Suatu ketika, pengembang kompleks NAC kami menawarkan rumah idaman kami dulu kita pernah nawar ke pengembang tapi gak dikasih, dan keduluan di DP-in sama orang lain. Ndilalah kok orangnya mundur krn ngga dpt kredit kalo gak salah, kita akhirnya dikasih pengembang harga 1,1M saja alias didiskon 300jt-an dari asalnya 1,4M, tapi syaratnya harus Desember 2016 sudah akad kredit. Wah ini harus diambil karena posisinya pas di hook dan ada tanah lebih kurleb 30. Bulan depan dengarnya tipe itu harganya jadi 1,6M.. And then kelabakan lah kita kumpul2in uang buat UM karena yang 300 jt sudah dipakai buat bayar tahap I rumah Pd. Betung. Akhirnya kita jual semua dinar dan LM, kita juga kuras2 tabungan punya saya malah sampai cuma nyisa 3 juta doang buat hidup sebulan…, hiks. Mobil Avansa kita leasing 65jt, saya utang adik saya 40 juta lagi, ibu saya nambahin 65 juta saya bilang ibu saya nanti pasti saya ganti meski ibu saya bilang cuma mau kasih aja, nggak ngutangin saya, dll pokoknya semua gotong royong supaya rumah itu dapat kebeli. Memang jika sudah ditakdirkan dapat rejeki rumah itu nggak akan lari ke mana. Saya sampai terharu ya memang bener kuasa Allah bener terbukti, kalau kita ikhlas menolong maka ditolong juga olehNya. Mungkin juga kelahiran anak ke-empat, adik Afia, tahun 2016 bawa banyak rejeki buat kami. Singkat cerita total habis kurleb 500jt lebih buat urusan awal rumah ini, akad kredit dengan Bank Muamalat lancar, sebulan kemudian saya sudah lunasin utang ke adik, dan tahun depannya saya dapat mengembalikan uang ibu saya. Paksu juga dalam hitungan bulan sudah lunasin hutangnya ke teman yang minjemin buat bayar pajak dan biaya notaris biaya yang lupa ngga kita hitung sebelumnya. Cicilan KPR seperti biasa kongsian joint suami-istri dimana paksu lebih gede sejuta dari cicilan saya hehehee….PNS gitu loh, kalo ngga punya cicilan itu hidup rasanya kurang prihatin hehehee, yes sebenarnya saya anggap ini untuk menabung ya karena saya sudah tobat ngga jadi orang konsumtif lagi… Prinsip paksu emang benar kok, kita itu bisa hidup lebih dari cukup meskipun 1/3 dari penghasilan kita diprioritaskan untuk ditabung atau dipakai untuk membayar cicilan rumah. Rumah baru ini sekarang sudah kami pasang pagar, makin terlihat wah nya menurut kami. Kami tidak menempati rumah ini meski sudah almost fully furnished dengan mindahin sebagian barang dari rumah lama di Blok A3. Misua masih pengin renov lagi buat nambah space di lantai 2 up above dapur. Rumah ini dipakai kalau ada acara2 arisan dan kumpul2 sama keluarga besar, atau kalau ada saudara2 yang mau menginap. Saya sendiri cuma sekali seminggu nengokin buat nyapu dan ngepel, atau kalau mau ngelembur kerjaan supaya nggak diganggu kiddos. Entah kapan mau pindahan ke situ, bingung barang rumah lama mau diapain coz udah numpuk segunung… Kalau ditanya teman, masih pengen lagi nambah rumah? Saya bilang tergantung nanti. Nanti kalo cicilan KPR rumah terakhir sudah lunas, nanti kalo anak2 ngga punya kebutuhan besar lainnya, nanti kita rencanakan nanti aja coz hidup ini mengalir saja buat saya, mengikuti apa yang digariskan Yang Kuasa. Yang jelas cita2 saya masih ingin punya rumah juga di Malang supaya dekat dengan keluarga besar saya, dan terutama dengan ibu bapak saya. 🙂 🙂 . Ada satu lagi cita2 saya dan paksu yaitu bikin sekolah buat mengabdikan ilmu kami sama pemberdayaan keluarga dan masyarakat, for charity purpose of course, semoga suatu saat dapat kami wujudkan, aamiin. Catatan 28 April 2021 Sekarang kami sudah tinggal di rumah keempat kami, pindahan awal 2019. Pindahan rumah adalah proses yang super duper melelahkan, bolak balik nggak sudah2, padahal banyak barang2 yang kami buang atau sumbangin ke yang berminat. Baru nyadar kalau we’re such a hoarder numpukin barang yang akhirnya kami sendiri bahkan lupa untuk memakainya. Rumah di blok belakang kami kontrakkan, alhamdulillah jadi sumber passive income kami hingga saat ini. Makin betah di rumah baru karena space yang lebih luas dari rumah belakang. Kami ngga nambah furniture, biar rumah terasa plong. Kendala cuma 1 saja, kami sudah nggak pakai pembantu lagi semenjak habis lebaran 2019 coz si Teteh get married. Yo wis lah, baru kali itu setelah 19 thn menikah kita ngga pakai ART sd sekarang, anak2 saya mau ngga mau kita kasih kewajiban bantu2 kerjaan rumah. Kebayang lah ribetnya merawat rumah, mana anak2 suka ngeberantakin habis dipakai PJJ atau main. Anyway, just enjoy the chores aja, kalau sempat saya beresin kalau lagi males ya kita nikmatin saja suasana kapal pecah di rumah bersama-sama, hehehee. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kehidupan adalah tentang melakukan milyaran perjalanan yang terkadang diantaranya tak memiliki arah yang jelas. Dalam setiap perjalanan, seseorang pasti pernah merasa salah jalan dan takut tak mampu kembali ke jalan yang seharusnya. Ia kemudian berhenti di satu titik persimpangan, mengemban sejuta keraguan dibenaknya. Kemana lagi arah yang harus kuambil? Atau mungkin, lebih baik jika aku kembali ke awal? Tetapi perjalanan hidup adalah tentang menemukan akhirnya, tanpa bisa memutar jalan dan pulang ke hidup adalah tentang permainan waktu, dimana kita sebagai manusia biasa hanyalah bisa mengandaikan langkah kedepan tanpa diberi kesempatan untuk mundur satu langkahpun. Pun pula hal itu terjadi pada perjalanan hidup dalam menemukan cinta abadi. Cinta yang dipercaya sebagai suatu kesempurnaan rasa yang bahkan tidak memiliki makna yang pasti. Aku pun sebagai seorang manusia, berjalan menyusuri setiap persimpangan yang ada dalam perjalanan ini. Menanyakan arah kepada setiap denting takdir, hingga singgah dalam rumah-rumah semu yang kilaunya pernah mematikan nalar. Dan kala itu, di persimpangan nan sunyi, aku menemukan sebuah rumah sederhana dengan kehangatan mentari menyinarinya. Hatiku luluh, langkahku tanpa ragu memasuki rumah itu dan enggan untuk beranjak meneruskan perjalanan. Pikirku, rumah ini sudah begitu memabukkanku, lalu untuk apa perjalanan itu? Ini cukup untuk menjadi akhir untukku, bisik hatiku saat itu. Begitu nyamannya menepi dalam lautan fana, aku lupa bahwa perjalananku belum usai. Singgahku hanyalah menunda akhirku, tetapi mau bagaimana lagi? Tubuhku telah begitu nyaman berbaring di setiap larik manis dan senyuman maut yang tergelar. Ketika aku begitu lelap dalam tidur, kesederhanaan itu beranjak. Katanya, ia telah menemukan penghuninya yang sebenarnya. Aku bergeming pada tarikan nafas pertamaku, melihat bagaimana rumah yang aku kira sebagai akhirku kini telah lenyap dan meninggalkanku dalam kesunyian. Atmosfir yang begitu dingin, membekukan jiwaku pada tempat yang begitu asing. Aku telah kehilangan persimpangan terakhir yang kutinggalkan dulu, kini semuanya terlihat semu dan langkahku tertanam dalam menutup kedua mataku, mengosongkan segala pikiran mengenai luka yang saat ini membuat tubuhku tak mampu lagi untuk bergerak. Setelah lama, keberanian berhasil menyelimutiku dan membisikkanku untuk terbangun dan kembali melihat hidup. Disana, aku kembali melihat persimpangan itu. Persimpangan yang dulu kutinggalkan, persimpangan yang seharusnya mampu membawaku kepada akhir yang sebenarnya. Kedua sudut bibirku tertarik perlahan, menyerbakkan senyuman dalam setiap semilir angin yang melalui. Kakiku kembali melangkah mendekati persimpangan yang telah lama aku cari dan terus melangkah melewatinya. Hingga aku tiba disini, diatas sebuah batu besar nan tinggi yang mampu membawaku kepada pandangan yang lebih luas atas seluruh jalanan yang ada. Aku melihatnya, rumah yang begitu familiar bagiku dan ia telah berpenghuni. Air mataku turun begitu saja, tetapi hatiku telah tersenyum lebar. Aku tidak memerlukan rumah itu lagi, karena rumahku ada dalam diriku. Perjalanan cinta abadiku adalah tentang bagaimana aku menemukan rumah bagi diriku sendiri, yang tidak akan pernah hilang. Karena selama aku ada, maka diriku pun utuh. Lihat Diary Selengkapnya

cerita tentang rumah saya